"BERJUANG UNTUK KEBENARAN DAN KEADILAN"

Kamis, 03 Mei 2012

UU NO 13 TH 2003, BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA


BAB  XII
PEMUTUSAN  HUBUNGAN  KERJA 

Pasal  150

Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi
pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau
tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negara,  maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain


  
Pasal  151

(1)     Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan
segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

(2)     Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak
dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh
pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh.

(3)     Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak
menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja
dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.



Pasal  152
(1)     Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang
menjadi dasarnya. 

(2)     Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal  151 ayat (2).

(3)     Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan
oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud
untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut
tidak menghasilkan kesepakatan.





Pasal  153

(1)     Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:

a.     pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;

b.     pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi
kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;

c.     pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d.     pekerja/buruh menikah; 

e.     pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya;

f.     pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;

g.     pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat
pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat
buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan  pengusaha,
atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;

h.     pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;

i.      karena  perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j.      pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau
sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka
waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

(2)     Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali
pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pasal  154

Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal:
a.      pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan
secara tertulis sebelumnya;   
b.      pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha,
berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk
pertama kali; 
c.       pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau  peraturan perundang-
undangan; atau
d.      pekerja/buruh meninggal dunia.

Pasal  155

(1)     Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151 ayat (3) batal demi hukum. 
(2)     Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum
ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan
segala kewajibannya.
(3)     Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang
sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar
upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.


Pasal  156 

(1)       Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar
uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak
yang seharusnya diterima.

(2)       Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit
sebagai berikut:
a.  masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun,  2 (dua)
bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan
upah;
d.  masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat)
bulan upah;
e.  masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima)
bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
g.  masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih  tetapi kurang  dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah.
h.  masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun,  8
(delapan) bulan upah;
i.  masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih,  9 (sembilan) bulan upah.

(3)       Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut :
a.  masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun,  2 (dua)
bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun,  3
(tiga) bulan upah;
c.  masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (duabelas) tahun, 
4 (empat) bulan upah;
d.  masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas)
tahun,  5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas)
tahun,  6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (duapuluh
satu) tahun,  7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (duapuluh satu)  tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (duapuluh
empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (duapuluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.


clip_image001




(4)       Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi:
a. cuti  tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana
pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15%
(limabelas perseratus) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa
kerja  bagi yang memenuhi syarat;         
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

(5)       Perubahan perhitungan uang pesangon, perhitungan uang penghargaan masa
kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah


Pasal  157

(1)     Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang
tertunda, terdiri atas :
a.     upah pokok;
b.     segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada
pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang
diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus
dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih
antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

(2)     Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian,
maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 kali penghasilan sehari. 

(3)     Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil,
potongan/borongan atau komisi, maka penghasilan sehari adalah sama dengan
pendapatan rata-rata per hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan
ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum provinsi atau
kabupaten/kota. 

(4)     Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan
pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata
12 (dua belas) bulan terakhir.

Pasal  1)

(1) Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan  kesalahan berat sebagai
berikut: 
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang
milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;


1)    Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No.012/PUU-I/2003 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.


clip_image001


c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya  di
lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja
atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan; 
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha
dalam keadaan bahaya di tempat kerja; 
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

(2) Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung
dengan bukti  sebagai berikut:
a.     pekerja/buruh tertangkap tangan; 
b.     ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
c.     bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang
berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

(3) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian
hak sebagai dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).

(4) Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas  dan
fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain
uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan
uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  
Pasal  2)
 Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat
mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
  
Pasal  3)
 (1)     Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan
tindak pidana       bukan atas pengaduan pengusaha maka pengusaha tidak wajib
membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh
yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:


a.       untuk 1 (satu) orang tanggungan  : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;

 -------------------------------
2)      Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No.012/PUU-I/2003 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3)      Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI No.012/PUU-I/2003, sepanjang mengenai anak kalimat ”.......... bukan
atas pengaduan pengusaha ........” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.


b.       untuk 2 (dua) orang tanggungan  : 35%  (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c.        untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45%  (empat puluh lima perseratus) dari upah;
                   d.       untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih   :   50%  (lima puluh perseratus) dari upah.

(2)     Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling lama 6
(enam) bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak
yang berwajib. 

(3)     Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
yang setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana
mestinya karena dalam proses perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat(1). 

(4)     Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak
bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali. 

(5)     Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa  6 (enam) bulan
berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. 

(6)     Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5)
dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

(7)     Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).


Pasal  161

(1)     Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara
berturut-turut.

(2)     Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku
untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(3)     Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar  1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).


Pasal  162

(1)     Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri,  memperoleh uang
penggantian hak sesuai ketentuan  Pasal 156 ayat (4).


(2)     Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas  dan
fungsinya tidak mewakili kepentingan  pengusaha secara langsung, selain
menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan
uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

(3)     Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus memenuhi syarat :
a.     mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; 
b.     tidak terikat dalam ikatan dinas;  dan 
c.     tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri. 

(4)     Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri
dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 


Pasal  163

(1)     Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan
kepemilikan perusahaan dan pekerja/ buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai
ketentuan Pasal 156  ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

(2)     Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan
pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali  ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam                                Pasal
156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Pasal  164

(1)     Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa  (force majeur),
dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156  ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4).

(2)     Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan
dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. 

(3)     Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-
turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi  perusahaan
melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuai sesuai ketentuan Pasal 156  ayat (4). 



Pasal  165

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
  
Pasal  166

Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli
warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan
perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu)
kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).



Pasal  167

(1)     Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan
pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha,
maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat
(3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2)     Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam
program pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil
daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh
pengusaha.
(3)     Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program
pensiun yang iurannya/preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka
yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang
premi/iurannya dibayar oleh pengusaha. 

(4)     Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)  dapat
diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.

(5)     Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami
pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka
pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4).
(6)     Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), 
ayat (3), dan ayat (4) tidak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua
yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal  168

(1)     Pekerja/buruh yang mangkir selama  5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa
keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil
oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya
karena dikualifikasikan mengundurkan diri. 

(2)     Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.         

(3)     Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh
yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal  169

(1)     Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha
melakukan perbuatan sebagai berikut:
a.     menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b.     membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c.     tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih;
d.     tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;
e.     memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan; atau
f.     memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada
perjanjian kerja.

(2)     Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pekerja/buruh berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3),
dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156  ayat (4).

(3)     Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa
penetapan  lembaga penyelesaian perselisihan  hubungan industrial dan
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan 
Pasal 156  ayat (3).

Pasal  170

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan  Pasal 151 ayat
(3)  dan Pasal 168,  kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal
169  batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang
bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.


  
Pasal  171

Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam  Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal 162, dan pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja tersebut, maka
pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan
pemutusan hubungan kerjanya.
Pasal  172

Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12
(dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang
pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (4).


diunggah oleh triyono