"BERJUANG UNTUK KEBENARAN DAN KEADILAN"

Rabu, 05 September 2012

Dasar Hukum Outsourcing


Outsourcing !!!
Outsourcing atau yang kita kenal Alih daya, dasar Hukumnya mengacu pada Undang-undang No. 13 Tahun 2003.  Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 64, 65, 66. Untuk lebih jelasnya bisa di lihat pasal-pasal berikut:


Pasal  64 
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh 
yang dibuat secara tertulis.


Pasal 65

(1)     Penyerahan          sebagian        pelaksanaan          pekerjaan         kepada       perusahaan         lain
dilaksanakan  melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara
tertulis.

(2)     Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus memenuhi  syarat-syarat sebagai berikut: 
a.       dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b.       dilakukan dengan perintah langsung atau tidak  langsung dari pemberi
pekerjaan;
c.       merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d.       tidak menghambat proses produksi secara langsung. 

(3)     Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan
hukum.

(4)     Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja  pada perusahaan pemberi pekerjaan
atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5)     Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

(6)     Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan
pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(7)     Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas 
perjanjian kerja  waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(8)     Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan ayat (3), tidak
terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan
perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh
dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
(9)     Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi
pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66 

(1)     Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan
oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa
penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses
produksi. 





(2)     Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang
tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.     adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh;
b.     perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud
pada huruf  a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja
waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua
belah pihak;
c.     perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan
yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
dan
d.     perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain
yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara
tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang ini.
(3)     Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
(4)     Dalam hal ketentuan  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf 
b, dan huruf d  serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan
kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih
menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.