"BERJUANG UNTUK KEBENARAN DAN KEADILAN"

Selasa, 12 November 2013

GERAKAN BURUH ANTI KEKERASAN

JAKARTA - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) prihatin terhadap aksi mogok nasional yang berujung pada kekerasan terhadap buruh saat sweeping, beberapa waktu lalu.


Keprihatinan itu dituangkan dengan mendeklarasikan Gerakan Buruh Anti-Kekerasan (Gebrak).

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengaku tersakiti ada gerakan yang melakukan tindakan kekerasan terhadap buruh. “Kami menyesalkan ada peristiwa itu. Kami berharap itu yang terakhir kalinya,” tegasnya saat deklarasi Gebrak di Gedung Juang, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2013).

Kata dia, setiap serikat buruh tak bisa dipaksakan dalam memperjuangkan haknya. Masing-masing serikat buruh punya kebijakan untuk mewujudkan itu. Dia khawatir konflik horizontal sesama gerakan buruh bisa terjadi kalau terus menerus terjadi pemaksaan seperti melakukan sweeping.

Andi mengutuk keras tindak kekerasan terhadap buruh. Dia juga meminta kepolisian segera menangkap pelaku.

“Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat adalah hak setiap orang. Tidak boleh seorang pun melarang, menghalangi, dan memaksa orang lain (sweeping) dalam menyampaikan haknya untuk mogok atau tidak mogok. Kami juga mendesak kepolisian untuk bisa mencegah terjadinya sweeping antar buruh," ujarnya.

Andi menegaskan pihaknya bersama KSBSI berencana menggelar aksi besar pada 9 Desember nanti. Dalam aksi ini, pihaknya akan menunjukan aksi besar-besaran tanpa sweeping dan kekerasan

“Kami akan lakukan aksi besar-besaran pada Desember nanti tanpa sweeping. Kami berpikir, tidak berhak untuk melakukan sweeping terhadap serikat pekerja lain, aksi yang dilakukan buruh untuk memperjuangkan hak-hak buruh dan itu kemerdekaan untuk setiap aktivis buruh untuk menentukan langkah perjuangan," ungkapnya.

Kendati tak ikut mogok nasional, Andi mengatakan, bukan berarti KSPSI sepakat dengan politik upah murah. Aksi pada 9 Desember nanti, lanjutnya, juga akan menolak upah murah, mengangkat isu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), outsourcing.

"Juga peran pemerintah yang hilang dalam memperjuangkan kehidupan layak untuk buruh seperti pengendalian harga sembako, fasilitas kesehatan dan perumahan buruh," ungkapnya.

Sementara itu, Presiden KSBSI Mudhofir menegaskan, pihaknya dan KSPSI menghormati serikat buruh yang mogok nasional. Namun, dia menyesalkan adanya kekerasan terhadap anggota KSBSI saat mogok nasional. Pelakunya diduga juga dari serikat buruh yang ikut mogok nasional.

“Tentunya kami mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan serikat buruh atau elemen masyarakat terhadap pekerja dan buruh. Ke depan, serikat buruh tidak boleh mengintervensi serikat buruh lainnya,” tuturnya.

Anggota KSPSI yang jadi korban kekerasan saat mogok nasional yakni Nurman Heriyadi (21) dan Eko Wanadi (22). Keduanya berkerja di PT Kyungshin Indonesia. Eko menceritakan, penganiayaan terjadi saat dia berangkat kerja sekira pukul 15.15 WIB, Kamis, 31 Oktober 2013. Eko dan seorang rekannya berangkat menggunakan sepeda motor Yamaha Vario.

Di tengah perjalanan, keduanya yang saat itu mengenakan atribut KSPSI dihadang oleh seratusan orang. Sekujur tubuh Eko memar karena dihantam menggunakan benda tumpul. Sedangkan Nurman menderita luka dan benjol di bagian belakang. Dia juga mengalami memar di pelipis sebelah kiri dan luka tusuk di pinggang.

Korban pengeroyokan yang juga anggota KSBSI, Vicki Ardiansyah. Karyawan PT Dong Kwang itu mengalami luka sobek di kepala setelah dipukul menggunakan saringan udara mobil.
(cns)

(Sumber: http://news.okezone.com/read/2013/11/12/337/895386/large)

Tidak ada komentar: