"BERJUANG UNTUK KEBENARAN DAN KEADILAN"

Selasa, 07 Mei 2013

PT. HM. Sampoerna / Phillip Morris International dan Permasalahan Pekerjanya


Berangkat dari rasa penasaran tentang PT. HM. Sampoerna - Karawang mengenai permasalahan pekerjanya (Outsourching /OS) yang tidak kunjung selesai dan sudah sering di demo (se-ingat saya sejak akhir tahun 2012) hingga saat tulisan ini di rillis. akhirnya setelah browsing di google, ketemulah tulisan-an berikut:


PT HM Sampoerna Langgar Aturan Sistem Kerja 

9 Feb 2013 17:30:02



Buruh linting rokok (Foto: cybernasonline.com)

Kondisi kerja pekerja pelinting rokok di 6 MPS banyak yang tidak sesuai aturan normatif ketenagakerjaan, seperti jam kerja bisa mencapai 12 jam kerja/hari selama 6 hari

Jakarta, Aktual.co — PT HM Sampoerna Tbk. terbukti telah melakukan pelanggaran aturan sistem kerja yang sudah diterapkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) terhadap buruh linting mitra produksi sigaret (MPS). Akibatnya, ijin operasional perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki Philip Morris tersebut bisa terancam dicabut.  Â

"Kondisi kerja pekerja pelinting rokok di 6 MPS banyak yang tidak sesuai aturan normatif ketenagakerjaan, seperti jam kerja bisa mencapai 12 jam kerja/hari selama 6 hari, proses hubungan kerja pekerja dihadapkan kepada para mandor, kondisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang buruk sehingga banyak pekerja yang mengalami gangguan pernapasan (ISPA) sampai masalah paru-paru, perhitungan JHT yang tidak didasarkan pada upah yang sesungguhnya (hanya dihitung berdasarkan upah sebesar Rp600.000). Padahal upah pekerja berkisar antara Rp330 - 450 ribu/minggu," ungkap Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/2).

Kondisi para pekerja MPS Sampoerna ini, kata Timboel, sebenarnya sudah dilaporkan ke pegawai pengawas ketenagakerjaan di Dinas setempat. Namun, pegawai pengawas setempat tidak mau melakukan penindakan atas pelanggaran-pelanggaran tersebut.Â

"Malahan pegawai pengawas tersebut menyatakan sudah bagus bekerja daripada menganggur. Ini sebuah pernyataan yang sangat disesalkan, harusnya pegawai pengawas bisa tegas atas aturan hukum yang ada," sesal Timboel.Â

Untuk itu, OPSI, tegas Timboel, mendesak Dirjen Pengawasan Ketenagakerjaan untuk turun tangan, dan menegakkan hukum atas masalah pekerja pelinting rokok MPS Sampoerna.Â

"Pada saat pertemuan, Ibu Nur Asiah selaku Direktur Pengawasan Norma Kerja berjanji akan membuat surat ke Dinas Tenaga Kerja (cq. Pengawas ketenagakerjaan) setempat untuk melakukan pemeriksaan di lapangan terkait hubungan kerja dan kondisi norma kerja yang ada," ujar Timboel.Â

Selain itu, tambah Timboel, pihak Kemenakertrans juga berjanji akan meminta kontrak bisnis antara HM Sampoerna dan MPS-MPS yang ada, serta hubungan antara MPS dengan para mandor di lapangan.Â

"Bila ditemukan pelanggaran terhadap pasal 59, 64-66 UU 13/2003 jo. Permenakertrans 19/2012 berdasarkan nota pemeriksaan maka Dirjen Pengawas Ketenagakerjaan akan merekomendasikan pencabutan ijin operasional MPS, dan ini artinya status pekerja pelinting rokok harus menjadi tanggungjawab penuh PT. HM. Sampoerna," tegas Timboel.Â

Sebagai informasi, pihak OPSI dan Direktorat Jenderal Pengawas Ketenagakerjaan telah melakukan pertemuan untuk membahas nasib buruh MPS Sampoerna yang masih berstatus outsourcing. Pertemuan dilakukan pada Rabu (6/2) yang dihadiri Direktur Pengawasan Norma Kerja Nur Asiah, Sekjen OPSI  Timboel Siregar, dan perwakilan Partisipasi Indonesia Arie dan  Agus.Â

Dalam pertemuan itu, pihak OPSI dan PI memaparkan kembali hasil temuan kajian tentang kondisi kerja pekerja outsourcing yang dipekerjakan di 6 perusahaan MPS (mitra produksi sigaret) yang merupakan perusahaan pemborongan pelintingan rokok dari PT. HM Sampoerna.Â

Pihak OPSI dan PI melaporkan bahwa ada pelanggaran sistem kerja di 6 perusahaan MPS tersebut (saat ini ada 42 MPS yg menjadi perusahaan outsourcing pemborongan dari HM Sampoerna), dimana proses pelintingan rokok merupakan pekerjaan inti (Core bussiness) dari PT. HM. Sampoerna, sehingga mengacu pada pasal 64-66 UU 13/2003 jo. Permenakertrans 19/2012 maka pekerjaan pelintingan rokok tidak boleh dilakukan dgn sistem OS pemborongan. Oleh karena itu, seluruh pekerja MPS (yang saat ini berjumlah sekitar 60 ribu pekerja dari 42 MPS) harus diangkat menjadi pekerja tetap di PT HM Sampoerna.Â

Tri Wibowo -
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!




sumber: http://finance.dir.groups.yahoo.com/group/jaringan_L2P/message/3755
berita terkait : http://m.inilah.com/read/detail/1956697/organisasi-pekerja-desak-cabut-ijin-mps-sampoerna